[Now playing Mine - Petra Sihombing]
Betapa rindunya aku pada dunia blogging yang sudah dua tahun ini ditinggalkan. Dan rasa rindu itu datang menyerbu di saat ini, membuatku gila dan akhirnya kembali pada dunia lama yang selalu menemani dari zaman SD hingga beranjak SMA. Tidak terasa waktu berputar begitu cepat kala mengingat pertemuan pertama pada Blogger dan Wordpress yang tak pernah kusentuh lagi. Kini, aku kembali dengan membawa sebuah cerpen yang sejak lama ingin kupublikasikan lewat blog ini.
Oh ya, blog ini ke depannya akan diisi oleh tulisan-tulisanku, baik itu puisi, cerpen, quotes, opini, maupun esai mini. Kadangkala diisi dengan pengalaman kecil yang tak sabar untuk kutulis. Aku akan kembali mengukir kebahagiaan. Kurasa sudah saatnya untuk membuka diri lagi setelah sekian lama aku mendiamkan traumaku ini (kalian tahu pasti kan aku kenapa dulu 😊). Jadi, sebagai salam pembuka untuk hari ini tentunya aku butuh sambutan hangat kalian Sahabat Blogger!
Just info, cerpen ini adalah cerpen perdana yang kubuat saat kelas 3 SD, loh! Tentu saja konflik yang dihadirkan khas anak SD banget, kan? Dari cerpen ini pula, belasan cerpen lahir dari ide-ideku. Kalau kalian penasaran bagaimana cerpen buatanku semasa SMA boleh buka Majalah MEDIKA SMANSA edisi terbaru, hehe :)
Aku juga punya nama pena yang kudapat setelah merenung dan kurasa nama pena ini sangat cantik dan menarik: Randika Firza 💙
So, this is my first short story!
Gara-Gara Roti Cokelat
“Kak,
dimana ya, roti cokelatku?” tanyaku pada Kak Fatih. “Nggak tahu, Dek, kan
kemarin kamu taruh di meja makan,” jawab kakakku. Ugh, dimana sih roti
cokelatku?
Pagi
ini, aku berencana akan pergi ke rumah Bella, sahabatku. Kemarin, kata Pak Toto
anak-anak harus membuat kerajinan dari sedotan. Aku dan Bella sekelompok, jadi
aku akan mengerjakan kerajinan itu di rumah Bella.
-000-
Setelah sampai di rumah
Bella…..
“Bell,
kita kan, akan membuat kerajinan dari sedotan. Terus kita bakal nyari sedotan
bekas, dimana?” tanyaku pada Bella. “Um, gimana kalau kita ke Bi Surti, kan
beliau pengumpul barang bekas. Siapa tahu saja, beliau mengumpulkan sedotan
bekas yang banyak,” usul Bella, aku pun menyetujuinya.
Kami
pun sampai di rumah Bi Surti, “Assalamu’ alaikum,” Bella mengucapkan salam.
“Waalaikumus Salam, oh ada nak Bella dan nak Intan, ayo silahkan, masuk!” ucap
Bi Surti dengan ramah. Aku dan Bella masuk ke rumah Bi Surti, sebetulnya kami
sangat prihatin dengan kondisi Bi Surti yang seperti ini, walaupun sebenarnya
kondisi keluargaku sama seperti Bi Surti.
“Nak
Bella dan nak Intan, ada keperluan apa kemari?” tanya Bi Surti sembari
menyodorkan dua gelas air putih, untukku dan Bella. “Em, apakah Bibi masih
mempunyai sedotan bekas dari memungut. Soalnya, Pak Guru menyuruh kami untuk
membuat prakarya dari sedotan,” Bella menjelaskan. “Tunggu sebentar ya, nak.
Sepertinya Bibi masih punya sedotan bekasnya,” ucap Bi Surti dengan lembut.
Setelah
beberapa lama, Bi Surti membawa beberapa plastik yang berisi sedotan bekas.
Ternyata, Bi Surti masih mempunyai sedotan bekas.
“Alhamdulillah
nak, sedotan masih ada. Masih banyak malahan,” kata Bi Surti, yang kelihatannya
sangat bahagia.
“Wah,
kira-kira berapa harganya ya, Bi?” tanyaku.
“Untuk
nak Bella dan nak Intan, Bibi kasih gratis deh!” ujar Bi Surti.
“Terima
kasih, Bi. Kami sangat berterima kasih, assalamu’ alaikum,” ucapku mewakili
kami berdua.
“Iya
nak, sama-sama, Wa’ alaikum salam,” balas Bi Surti. Setelah itu kami mulai
membuat vas bunga dan lukisannya.
-000-
“Huh
capek, mana aku lapar lagi,” keluhku, aku baru saja menyelesaikan pekerjaanku
dengan Bella. Tiba-tiba, kakakku datang, “Dek gimana? Masih kesal nggak sama
roti cokelat?” canda kakakku. “Masih lumayan, sih!” ujarku sembari memonyongkan
bibirku, (ih, jelek deh…!). Sebenarnya, aku sekarang tidak terlalu memikirkan
tentang “Roti Cokelat” itu lagi, tapi gara-gara kakakku, aku kembali
mengingatnya.
Sebenarnya,
aku ingin bilang pada ibu, tapi akhirnya aku mengurungkan niatku. Menurutku,
jika aku bilang, ibu pasti akan kepikiran apalagi harga roti cokelat itu sangat
mahal. Kemarin, aku sempat melihat roti cokelat yang sama persis dengan
punyaku, tapi harganya sangat mahal, Rp. 35.000, what? Hehehe. Sementara
keluargaku hanya keluarga biasa-biasa saja. Ibu membelikan roti itu karena
beberapa hari yang lalu adalah hari ulang tahunku.
“Hei,
kamu kok ngelamun, sih?” sebuah suara mengagetkanku, aku baru sadar, aku sedang
melamun. “Oh, eh, enggak, Kak, emang ada apa sih?” ucapku sedikit bingung.
Kakakku tidak menjawab, mungkin dia marah padaku. Kakakku segera keluar dari kamarku, tapi sebelum itu
kakak mengucapkan satu kata, “T-A-U!!!”. Yap, kakakku benar-benar marah, lebih
baik aku pergi ke pulau kapuk, (hehehe, maksudnya langsung ke tempat tidur).
-000-
Sore
ini, aku bersiap-siap pergi ke TPA (Taman Pendidikan Al – Qur’ an), disitulah
biasanya aku belajar mengaji. Aku bersiap-siap mandi, setelah mandi aku
langsung berganti pakaian. TPA itu tidak jauh dari rumahku, kira-kira sekitar
500 meter dari rumahku. Setelah aku selesai memakai baju muslim, aku lalu
berpamitan pada ibu, biasanya aku naik sepeda bersama Bella, tapi hari ini aku
lebih memilih berjalan kaki.
“Nah,
anak-anak pelajaran pertama pada hari ini apa? Tanya Ustad Rozaq, “Pelajaran
pertama adalah ber-tadaruz, Ustad,” jawab anak-anak serempak. “Bagus, nah
Wendi, kamu yang pertama kali ber-tadaruz kemudian dilanjutkan dengan Farid, oke?” tanya Ustad Rozaq lagi.
“Oke, Ustad,” kata anak-anak.
-000-
“Bell,
kira-kira harga roti cokelat di toko roti berapa, ya?” tanyaku pada Bella.
“Um,
aku nggak tahu. Tapi yang jelas harga roti cokelat disana lebih mahal daripada
yang di kantin sekolah,” jelas Bella.
“Memangnya,
harga roti cokelat di kantin sekolah berapa?”
“Rp.
25.000. Memangnya ada apa sih, kok nanya roti cokelat segala?”
“Em,
nggak ada apa-apa. Ya udah makasih, ya!”
“Ya
sama-sama.”
Aku dan Bella berpisah di mulut gang, duh!
Bagaimana ini, mana mahal lagi…! Gerutuku dalam hati. Aku segera berlari
menuju rumahku, rumahku tidak jauh dari mulut gang.Setelah sampai di rumah, aku
masih saja memikirkan roti coklat itu, ugh!
“Tan,
kamu kenapa sih?” tanya ibu penasaran. “Nggak ada apa-apa kok, Bu,” jelasku,
aku tidak mau membuat ibu kecewa hanya gara-gara “Roti Cokelat”. Ibu hanya geleng-geleng kepala, lalu segera
kembali ke dapur. Aku tidak boleh membuat ibu sedih, batinku.
“Kak,
acaranya seru banget, and benar-benar lucu,” tawaku, saat menonton acara lawak
di salah satu stasiun televise swasta. “Ih, apaan sih, Dek? Kamu norak banget,
lebay ah!” kata kakakku sewot. “Habis acara lawakannya seru banget, sih! Kakak
enggak lihat apa? Mereka melawak dengan lucu, menciptakan sebuah kata-kata
lawakan itu sulit, lho,” komentarku sok menggurui. Kakakku tidak membalas
komentarku, mungkin dia capek melayani kecerewetan adiknya ini, hahaha.
Aku
menonton TV hingga larut malam, kira-kira pukul 11 malam aku baru tidur. Habis,
acara yang malam hari seru-seru banget, dan mengasyikkan tentunya. Setelah itu
aku memutuskan untuk tidur. Eits, sebelum tidur aku pergi dulu ke kamar mandi.
Baru deh, setelah itu aku boleh, zzz…zzz…zzz… (maksudnya tidur, hehehe).
Tengah
malam aku terbangun karena ada sebuah suara yang kudengar, suara itu ada di
sekitar kamarku. Sepertinya, suara itu aneh, karena suara itu tidak familier di
telingaku.Apa jangan-jangan itu, hantu? Hi… serem. Aku berusaha mencari sumber
suara. Um, suara itu selalu terdengar di
dekatku, walaupun suara itu hanya berbunyi beberapa detik. Aku menengok jam
yang bergambar Pororo and The Little Penguin, sudah jam 2 pagi, sekalian
saja aku menunggu hingga pukul empat, pikirku dalam hati.
Aku
terus berpikir, tiba-tiba aku teringat kalau aku belum makan malam. Aha!
Berarti itu tadi suara perutku yang keroncongan. Aduh, betapa malunya aku!?
Gumamku dalam hati. Aku segera menuju ke meja makan, disitu ada nasi dan sayur
bayam. Daripada aku kelaparan, aku makan saja semuanya. Setelah makan, aku
menonton TV hingga pukul setengah empat. Setelah mendengar suara adzan, aku
segera mengambil wudhu’ dan Shalat Subuh.
“Tumben
kamu bangun pagi, Intan! Biasanya kan, kamu bangunnya setengah lima. Itupun
kalau dibangunin, ada apa sih?” tanya ibuku penasaran. “He-eh, tadi aku
kebangun tengah malam karena ada
bunyi-bunyian. Ternyata yang bunyi itu adalah bunyi perutku yang lapar. Jadi,
aku memutuskan untuk makan malam sambil nonton TV, sekalian saja menunggu adzan
Subuh, Bu,” jelasku. Ibu hanya manggut-manggut.
“Kak,cepet
dong! Nanti aku tinggal nih!” ancamku, aku kesal sama Kak Fatih sudah tahu
sekarang hari Senin, mestinya harus cepet-cepet, eh dia malah lelet banget.
Padahal kan, dia laki-laki. Sekarang sudah pukul 06.45 sebentar lagi upacara
akan segera dimulai. Kakakku muncul dengan tampang yang menurutku beda dari
biasanya. Emang sih, dia memakai baju seragam sekolah, tapi kali ini, kakakku
kelihatan fresh and cool, (ngaku nih ye….).
Kami
berjalan kaki dengan menempuh waktu selama lima menit. Upacara bendera berjalan
seperti biasanya. Dan itulah yang membuat kami bosan, selesai upacara adalah
pelajaran Matematika. Astaga, sekarang kan ulangan harian Matematika. Apalagi
yang ngajar kan, Bu Kirun. Aduh, gimana sih, Intan, gara-gara roti cokelat
kamu lupa semuanya, Bu Kirun kan guru paling killer di sekolah. Kalau sampai
ada yang remedial pasti bakal dihukum sama Bu Kirun, gimana ini? Batinku.
Benar
saja. Selesai upacara bendera, Bu Kirun langsung datang ke kelas kami sambil
membawa kerta yang super-tebal. Dan kertas itu adalah soal ulangan kali ini.
“Nah anak-anak, minggu lalu Ibu kan sudah bilang kepada kalian, kalau hari ini ada
ulangan, jadi kalian semua siap?” tanya Bu Kirun dengan tatapannya yang
misterius. “Siap Bu,” jawab anak-anak serempak. “Nah, waktu mengerjakannya
hanya 60 menit. Soal berbentuk pilihan ganda. Jika Ibu menemukan alat hitung di
meja kalian, Ibu akan merampas kertas ulangan kalian lalu segera pergi ke ruang
BK, mengerti?” jelas Bu Kirun panjang lebar. Bu Kirun menyuruh Wina, sang ketua
kelas untuk membagikan kertas ulangan yang berisi 50 soal tersebut.
Aku
mengerjakan soal itu dengan setahuku, aku tidak mau menyontek karena itu akan
merugikan diri sendiri. Ya, walaupun dari 50 soal aku hanya tahu 25 soal,
setengahnya. Tapi, aku tidak yakin semuanya benar. Setelah waktu pelajaran
selesai, sekarang adalah pelajaran SBK. Oh iya, hari ini prakarya dari sedotan
hasil karya aku dan Bella di meja guru.
Guru
SBK-ku adalah Pak Toto, orangnya humoris dan suka bercanda. Beda sekali dengan
Bu Kirun. Setelah Pak Toto menilai semua prakarya dari sedotan, Pak Toto pun
mengumumkannya pada kami. “Juara ketiga diraih oleh Janet dan Lisa dengan hasil
prakaryanya adalah kotak tisu dan bukul sampul sedotan, kemudian juara kedua
diraih oleh Geena dan Ruri dengan hasil prakaryanya sandal dan bando dari
sedotan, kemudian juara pertama diraih oleh Intan dan Bella dengan hasil
prakaryanya vas bunga dan lukisan dari sedotan. Selamat kepada semua pemenang,”
ucap Pak Toto dengan lantang dan cepat. Kami mendapat uang Rp. 50.000, kemudian
kami membagi dua, aku Rp. 25.000 dan Bella juga Rp. 25.000. Semua anak di kelas
memberi tepuk tangan kepada para pemenang.
-000-
Saat istirahat…..
“Tan,
akhirnya kita menang. Kita harus berterima kasih sama Bi Surti nih,” ucap Bella
bahagia.
“Aku
memang bahagia, tapiiii kayaknya aku sekarang enggak bahagia deh!”
“Lho,
emangnya kenapa?” tanya Bella heran.
“Um,
soalnya tadi kan ada ulangan Matematika. Nah, aku belum belajar karena kepikiran
roti cokelatku yang hilang. Sebenarnya aku sudah melupakannya, tapi Kak Fatih
malah ngingetin aku lagi sama roti cokelat itu. Akhirnya aku enggak belajar,
deh. Pasti Ibu bakal marah.” Ceritaku panjang lebar, “lebih baik, kamu hadapi
konsekuensinya. Itu kan juga salah kamu sendiri, Tan, makanya kamu jangan
pernah mengingat hal sepele, deh. Soal roti cokelat itu biar aku yang beliin
besok. Kebetulan tadi uang yang dikasih Pak Toto lumayan banyak. Siapa tahu
aja, kita bisa beli roti cokelat, oke?” saran Bella. Aku hanya mengangguk.
Aku
menceritakan semua tentang ulangan tadi pada ibu. Ibu sangat marah, ibu juga
memberitahukan bahwa yang memakan roti cokelatku itu ternyata Kak Fatih. Uh,
dasar Kak Fatih sukanya menjahili orang. Ibu menasehatiku agar lebih giat
belajar. Aku berjanji saat remedial nanti aku akan mendapat nilai bagus. Aku
akan berusaha dan berdoa, aku tidak akan mengecewakan Ibu, janjiku dalam
hati.
-000-
Saat pengumuman nilai
remedial …….
“Yeaay, akhirnya aku mendapat nilai
seratus. Terima kasih, Ibu. Aku janji aku akan selalu mengabaikan hal sepele
yang tidak seharusnya aku khawatirkan,” ucapku gembira. Sekarang aku berjanji
tidak akan mempermasalahkan hal sepele yang tidak ada gunanya. “Gara-Gara Roti
Cokelat” aku menjadi sadar bahwa tidak seharusnya hal sepele harus
dipermasalahkan, oke?
NOTE : Cerpen ini adalah teman pertamaku melewati masa depresi sejak SD. Dan ketika aku tahu bahwa menulis membuat beban-bebanku hilang. Sejak itulah aku sadar bahwa pena adalah teman terbaikku hingga kini 🌿
Spread cheers from another world
Xoxo,
Randika Firza.
