30/12/2021
Now playing Forever - aespa
Sudah akhir tahun ya. Kita masih bertahan di situasi pandemi yang tidak menentu. Selain pandemi, tahun ini aku merasakan banyak "ketidakpastian" dalam kehidupan. Mari kita recap tahun 2021 versi Zabrina seperti di Tik-Tok. Kita mulai dari apa ya? Oh iya! Jenjang pendidikan. Tahun ini aku resmi menjadi mahasiswa setelah melalui beribu-ribu rintangan dan tantangan (lebay tapi bener). Hampir mampus di tahun ini kalau saja tanpa bantuan Allah SWT. yang memberiku kesempatan untuk lolos SBMPTN di Psikologi UGM. Waktu itu aku berencana bunuh diri kalau gagal UTBK, sungguh aku tidak tahu apalagi yang bisa aku lakukan. Aku merasa telah berupaya keras sejak 2019 untuk masuk UGM, tetapi selalu tidak dianggap. "Kamu nggak kelihatan belajar," katanya dengan enteng. Aku memang tidak pernah menampakkan apapun, namun bukan berarti aku tidak melakukan apapun. Meskipun aku memang merasa belum terlalu siap, tetapi setiap lembaran buku soal yang kucoret dan ribuan soal-soal latihan UTBK yang kukerjakan benar-benar menjadi bukti kalau aku tidak diam. Aku bergerak. Aku berjuang. Merangkak dari nilai 500, 600, 700, dan menyentuh 700-an pada nilai UTBK. Aku telah mengerahkan seluruh tenagaku tapi dunia masih saja menganggapku "kurang belajar".
Kamu tahu kan? Aku tiap malam menangis. Memikirkan khayalan yang kubuat sendiri. Mengingat De Sri tanpa henti setiap harinya. Mengingat rasa sakit setiap melihat papa dan apa yang telah terjadi di masa lalu. Aku melihat diriku hancur. Aku melihat diriku tanpa dukungan saat itu. Tiap malam aku bermimpi akan mati. Aku memanggil-manggil De Sri untuk memelukku sekali saja, tapi beliau tidak ada. Aku sendiri. Aku hanya ditemani Hagia Mahardika, Sekala Anandari, Adinda Sastrahita, Aksara Sadewa, Prayudha Mahardika, Mas Ares, Mas Arsen, Jeffrey Avicenna Halim, Arsena Sahid Jaya Utumo, Rachelia Amanda, Kiara Chevalina Wongso dan tokoh-tokoh fiksi lainnya yang aku ciptakan dalam kepalaku. Aku memikirkan mereka, membuat skenario tentang mereka, dan menangisi mereka seperti orang gila.
Awal Januari hingga Juni tiada henti aku menangis, menyalahkan diriku, terluka, dan terluka. Aku memberanikan diri pergi ke psikolog kedua kalinya pada Februari 2021 dengan bermodalkan curhat colongan di DM akun Instagram @rahasiagadis. Nampaknya Tuhan menjawab doaku. Aku diberi kesempatan mengikuti konseling gratis. Aku bertemu dengan psikolog meski harus menumpang rumah Hernanda atau Shafna untuk berkonsultasi. Aku menjalani 6 sesi konseling dan mendapati diagnosis depresi mayor menghampiriku. Aku benci menyebut diriku "sakit". Tapi aku memang sakit. Aku benci mengakui bahwa aku punya "depresi". Entah bagaimana aku bisa menjelaskan kepada orang-orang bahwa gangguan ini benar-benar ada. Bahwa aku tidak mengada-ada dengan depresi. Aku selalu berpikir, sampai kapan ya aku begini. Bahkan sampai aku menulis ini, aku masih berpikir "Kenapa harus aku yang merasakan ini. Kenapa aku terlahir di dunia dengan hati serapuh ini?"
Kenapa aku terlihat menyedihkan ya? Kenapa tidak ada orang yang sadar termasuk orang tuaku bahwa aku sejengkal lagi menuju kematian. Aku masih berpikir ingin menyeburkan diriku dalam dinginnya laut. Di tengah malam yang penuh kegelapan, aku ingin berjalan sendirian menuju Pelabuhan Cinta. Aku ingin melompat ke dalam dinginnya lautan. Aku ingin menjadikan laut sebagai tempat peristirahatan terakhir. Aku sangat takut dengan kedalaman laut. Aku selalu takut dengan air yang dalam. Lalu kenapa aku ingin bunuh diri di sana? Karena selama hidupku, aku memang dikelilingi ketakutan yang tidak pernah hilang. Bahkan sampai aku beristirahat terakhir pun, aku menginginkan laut jadi "rumahku". Tapi, aku sadar. Jika aku memilih melakukan itu, aku kehilangan kesempatan untuk bermanfaat bagi banyak orang padahal bermanfaat bagi banyak orang adalah tujuan hidupku. Bermanfaat bagi banyak orang adalah satu-satunya alasan aku ingin tetap hidup di dunia. Aku ingin jadi psikolog. Aku ingin menyelamatkan orang lain yang tidak mempunyai akses mengenal kesehatan mental, mereka yang kesulitan biaya, mereka yang kebingungan mencari tempat bercerita dan berlindung. Aku masih ingin jadi orang baik. Setidaknya, kalau pun orang tuaku menganggap aku anak yang gagal, aku masih bisa bermanfaat bagi orang lain.
Oleh karena itu, ketika berkuliah, aku selalu bersemangat. Terutama pada matkul yang terkait langsung dengan psikologi seperti Psikologi Dasar dan Rentang Perkembangan Manusia. Aku selalu mengikuti kelas tersebut dengan antusias dan mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik. Begitu pun dengan matkul-matkul lain yang susah namun tetap aku usahakan mati-matian untuk memahami dan mengerjakan tugasnya dengan baik. Akan tetapi, hari ini aku dapat kabar mengecewakan karena nilai Filsafat & Logika-ku hanya A/B atau 3,5/4. Tidak buruk sih kata orang, tapi buruk bagi perfeksionis sepertiku. Aku hanya takut jika IP-ku tidak melampaui IP sepupuku, aku akan dibanding-bandingkan. Tahukah kamu? Betapa beratnya jadi aku? Betapa beratnya memikul beban anak tunggal dan anak pintar ini. Aku selalu merasa diriku manja dan bodoh. Ketergantungan pada siapa pun. Aku tidak punya siapa pun yang bisa membuatku berpegang teguh. De Sri, kalau kamu melihat tulisanku dari atas langit, aku cuma ingin bertanya: "Kenapa meninggalkanku secepat itu? Setelah kepergianmu aku jadi hancur macam begini. Ini sudah 2 tahun tapi aku masih dan selalu mengingatmu. Kenapa Tuhan memisahkan kita disaat aku beranjak dewasa dan butuh teman cerita? De kan tahu aku tidak bisa terbuka pada mama dan papa. Aku tidak bisa jujur pada orang yang tidak bisa memvalidasi perasaanku, kepada orang tua yang tidak mau memposisikan dirinya menjadi aku. Yang selalu merasa kata "capek" hanya berhak diucapkan oleh mereka karena mereka "bekerja" sementara aku kelihatan "diam". De, aku masih tertatih-tatih melepaskan kematianmu. Tapi Tuhan memberi masalahnya tidak henti. Aku tidak kuat."
Tahun ini, aku bahagia sekaligus frustasi menjadi mahasiswa. Aku tidak menyangka bahwa masuk UGM sesusah ini dan bertahan di UGM juga sesusah ini. Jujur saja, aku yang perfeksionis malah dikelilingi manusia-manusia perfeksionis yang jauh lebih pintar dariku. Aku bersaing dengan orang yang tidak belajar pun bisa dapat nilai A sedangkan aku harus bolak-balik membaca untuk memahami maksud dari matkul yang diajarkan. Sungguh, ini benar-benar menekanku. Akan tetapi, aku rasa aku masih sanggup bertahan. Kalian tahu kan aku bukan orang yang gampang menyerah, apalagi untuk pendidikan semacam ini? Yap, untuk itu aku tidak akan menyerah. Meski aku juga sibuk ikut kepanitiaan Harmoni Inklusi oleh UKM Peduli Difabel dan ikut 2 UKM di tingkat universitas, seleksi LM Psikologi UGM, dan dengan tidak tahu dirinya berencana menambah lagi ke YES! CPMH. Akan tetapi, aku menyadari bahwa berorganisasi di perkuliahan nampaknya lebih asyik daripada di SMA. Aku hanya berharap semoga IP semester satuku bisa menyentuh 3,9 atau worst case-nya tidak kurang dari 3,8. Ya Allah, aamiinkan doa yang sedang kutulis ini ya. Kalian juga loh.
Ketidakpastian kedua apa ya? Oh tentu saja hilal-hilal crush. Entah tindakan "bunuh diri" apa yang aku lakukan dengan memilih crush super dingin dan cuek seperti kulkas. Ya, teruntuk Achmad Yudha Heryana, jika kau membaca ini dan menemukan tulisan ini, bersyukurlah. Bersyukurlah karena telah disukai olehku yang begitu lemah terbayang-bayang oleh orang sepertimu. Aku tidak tahu setan macam apa yang merasukiku untuk confess tanggal 24 Juli 2021 dan berakhir dengan jawaban "ngambang nggak jelas" dengan alasan "bingung mau bales apa". Ya Allah, tahukah Anda bahwa aku menulisnya H-1 sebelum confess di tengah malam dan Anda cuma membaca dengan tidak tahu diri. Aku akan lebih senang jika ditolak tapi aku malah dibiarkan tidak tahu arah seperti ini. Aku tahu kau sekarang tidak akan bisa kugapai lagi karena setelah diterima IPDN, kau bukan lagi seleraku. Aku sadar itu. Dan jelas bukan wanita sepertiku yang akan kamu pilih, jadi mengikhlaskanmu memang pilihan terbaik saat ini. Meski aku ingin marah rasanya karena aku terkesan "jual murah" padamu, tapi sebagai orang yang pernah menyukaimu, aku berharap bahwa jodohmu adalah orang yang menyayangimu lebih dari aku (waktu mengerjakan soal TO UTBK aku sering memikirkanmu loh, memang dasar!). Aku selalu menyayangi orang lain dengan tulus dan semoga kamu bahagia selalu ya. Aku tidak marah kok saat ini, aku sadar mungkin bukan kamu. Dan mungkin juga aku tidak akan memilih siapa pun dalam hidupku. Kalaupun itu harus terjadi, maksudku jika ternyata aku ditakdirkan untuk tidak menikah, aku telah memikirkan skenario terburuknya.
Kedua, aku tidak percaya bahwa aku terjebak pada "naksir beda agama" zone. Zona yang seharusnya dilarang untuk aku sentuh karena aku Islam dan pantang untuk menikah beda agama. Ya, padahal aku ingin menikahi koko-koko chindo yang minimal punya aset mall (astaghfirullah). Tapi aku sadar diri mukaku pas-pasan, seleraku tidak tahu diri macam Mark Lee dan Jaehyun, dan aku sukanya menyendiri, malas memulai percakapan, dan malas melakukan apapun. Sampai detik ini, aku masih menganggap suami ideal adalah koko-koko chindo yang tiba-tiba dapat hidayah untuk melamarku dan menjadikannya istri. Oh ya, kamu tahu apa yang lebih buruk dari naksir orang beda agama? Naksir orang beda agama yang sudah punya pacar! Ya, mana aku tahu jika dia punya pacar. Dia kan suka memberikan perhatian kecil yang membuatku baper. Lagi-lagi, aku ditampar kenyataan bahwa sepertinya selama kuliah, aku akan menjomlo.
Ketiga, Fitra resmi hilang dari peredaranku. Aku tidak tahu harus senang atau sedih karena aku telah menganggapnya sebagai keluarga, kakak, dan sedikit sosoh ayah di dirinya. Aku menganggapnya sebagai kakak-kakak laki yang senantiasa melindungi adik perempuannya. Namun, aku harus kehilangan dia karena sebuah drama yang dia ciptakan sendiri, yang aku tidak paham sebenarnya salahku di mana. Katakanlah aku tidak bisa membalas perasaannya agar mau balikan, tapi kan perasaanku padanya memang sudah lewat. Perasaan suka sudah kubuang jauh-jauh setelah kekecewaan yang dia berikan. Kini, hanya tersisa rasa pertemanan dalam diriku. Aku tidak bisa memaksa diriku untuk mencintainya karena hal tersebut akan menyakitkan dirinya sendiri dan juga diriku. Aku akan mencintai orang yang memang aku harus cintai. Dan sayangnya itu bukan dia. Jangankan dia, aku saja belum sepenuhnya mencintai diriku sendiri.
Lalu ketidakpastian selanjutnya apa ya? Yap, S2. Aku berencana menjadi psikolog kan. Maka, aku harus melanjutkan sampai S2. Namun, biaya S2 untuk Magister Profesi Psikologi sangatlah mahal bahkan 2X lipat lebih mahal daripada biaya kuliah S1. Hal tersebutlah yang membebaniku. Aku memikirkan nasib apakah aku bisa diterima kerja dan menghasilkan uang sendiri dengan wajah yang biasa saja ini. Apakah aku bisa meneruskan sampai ke S2? Aku selalu cari-cari beasiswa dan meskipun ini sudah percobaan keempat dan masih gagal (Ya Allah, loloskan aku sekali saja di beasiswa), aku belum menyerah. Aku mencari-cari informasi tentang kuliah S2 di Korea Selatan. Aku sungguh ingin melanjutkan S2 di Seoul National University. Namun, aku belum bisa bahasa Inggris apalagi bahasa Korea. Hm, apakah aku bisa mewujudkannya? Ya, seharusnya aku bisa kok! Aku tidak akan menyerah! Mari kita mulai!
Selanjutnya, ketidakpastian apakah aku akan lanjut terapi psikologi untuk "gangguan" yang kuderita. Karena jujur saja, halusinasiku sangat parah. Aku sering mendengar suara, melihat bentuk manusia yang aneh, selalu dan selalu membuatku tidak nyaman. Aku sering mendengar suara yang memanggilku dengan nama kecilku di kamar mandi dan awalnya itu membuatku risih, tetapi sekarang tidak. Aku tahu konseling ke psikolog membutuhkan waktu dan pastinya biaya. Uangku selalu kuhabiskan untuk album K-Pop dan novel, yang bisa jadi "obat pertama" untuk mengobati kesepian. Aku pikir, aku masih bisa menahannya, tapi tidak tahu sampai kapan.
Oh ya, tahukah kamu jika di 2021 aku tergila-gila dengan Jaehyun? Yap, berawal dari awal Januari karena membaca Wattpad dan AU-nya. Lalu sekarang bucin setengah mati padahal dulu bilang "Nggak mau stan Jaehyun ah!". Sekarang kena batunya. Kamu bisa melihat betapa galeriku, media sosialku, dan segala hal tentang hidupku seakan-akan dibayangi oleh Jaehyun. Eits, aku tidak akan melupakan Mark Lee. Bagaimana pun, Mark Lee adalah tempatku "pulang". Orang yang bisa kumengerti jalan pikirannya, orang yang selalu punya tempat tertinggi di hatiku sampai saat ini, orang yang mengajarkanku arti bekerja keras, orang yang membuatku tetap bersemangat hingga saat ini, ya dia Mark Lee.
Tahukah kamu bahwa aku juga menjadi MY tahun ini. Yap, aku stan aespa. Biasku adalah Giselle dan Winter. Walaupun begitu, aku tidak bisa memilih bias sebenarnya di aespa. Aku menyukai konsep mereka, musikalitas mereka, dan pastinya menyukai kerja keras mereka. Baru kali ini aku stan girl group setelah sekian lama aku memilih untuk tidak stan girl group karena kataku "buat apa". Tahun ini sepertinya tahun karma ya. Haha. Awal tahun ini aku berlagak sok vakum dari dunia perkpopan dan ternyata tidak bisa. Aku malah makin terjebak di antara cowok-cowok kpop yang semakin banyak. Oh ya, aku juga mulai stan Enhypen tahun ini. Biasku di Enhypen? Banyak. Takhta teratas dipegang oleh Lee Heeseung, disusul oleh Jake, dan Sunghoon. Tuh kan, aku makin terperangkap dalam dunia kpop ini. Tapi tidak apa-apa. Karena mereka jugalah, aku masih bertahan sampai saat ini.
Teruntuk Mark Lee, jika kau membaca ini (ya pasti tidak akan baca sih!), aku ingin mengucapkan terima kasih. Untuk saluran semangat dan inspirasinya. Kau tahu kan bahwa berusaha adalah pilihan? Ya, aku akan melakukannya sesuai instruksimu itu. Tahun 2022, kita berjuang lagi ya! OH YA! Aku hampir lupa! Tahun ini, aku nonton konser NCT 127 meski masih online. Ya ampun, bahagianya aku! Bisa melihat wajah-wajah anak NCT 127 secara HD dan legal (haha!). Teruntuk Jaehyun, tolong kurangi kadar gula di wajahnya ya, di suaranya juga! Aku tidak kuat kalau harus begini terus (haha!). Baiklah, Jaehyun, aku jatuh cinta sama suaramu kok, lembut dan serak. Tipe suara favoritku.
Terakhir, untuk orang-orang yang menyokongku untuk tetap hidup di 2021: Risma, Shafna, Hernanda, Isyah, Didi, dan De Sri. Aku berterima kasih untuk tempat bercerita, tempat bercanda, tempat sambat, dan tempat gila-gilaannya. Aku harap, aku tidak kehilangan salah satu dari aku kalian lagi tahun depan. Percayalah, aku sangat menyayangi kalian. Lalu, untuk De Sri, 8 Januari tahun depan tepat 2 tahun kepergianmu. Aku tidak akan lupa De. Tidak akan. Jangan khawatir. Terima kasih karena telah memilih jadi orang baik dan sabar meskipun dunia sebenarnya cukup layak untuk dijahati sesekali. Terima kasih telah menjadi rumah untukku bercerita sampai awal 2020. De, aku akan selalu dan selalu merindukanmu. De, aku tidak tahu apakah kita akan segera bertemu tapi jika ternyata aku diberi kesempatan hidup lebih lama, aku janji untuk terus menolong orang lain, melindungi orang lain, sebagaimana De melindungiku dan memberikanku pencerahan bahwa amarah hanya akan membinasakan. De, aku janji, aku akan memberikan pendampingan pada anak-anak yang menjadi korban keegoisan kedua orang tuanya, anak-anak yang tidak diberikan kehidupan yang layak, remaja yang hidupnya kacau-balau, wanita yang tidak bisa punya anak dan dicampakkan, wanita yang menjadi ODGJ karena kekejaman suaminya, wanita yang diselingkuhi dan tidak punya daya untuk melawan. Aku ingin mewujudkan mimpi kita itu. Aku akan tetap hidup untuk tujuan itu. Aku janji akan memperjuangkannya. Tenang di surga ya, senantiasa saling mendoakan untukku De. Kita hanya terpisah alam kan. Kita tidak benar-benar terputus. Sesekali datanglah lewat mimpi seperti beberapa bulan lalu. Aku rindu melihat wajahmu. Salam sayang dari keponakan kesayanganmu.
Terima kasih 2021.
Tertanda,
Randika Elgya Firza.
